Jepang: Menantu Ular

Konon, hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Saudagar tersebut mempunyai tiga anak gadis yang cantik dan belum menikah. Suatu ketika, saudagar tersebut pergi jalan-jalan menengok sawahnya. Tiba-tiba, di pematang sawah, ia melihat seekor ular memangsa seekor katak. Katak itu menjerit kesakitan. “Kiik.. kiik…” begitulah suara jeritannya. Karena merasa kasihan, maka sang saudagar berseru kepada sang ular. “Wahai ular, tolong lepaskan katak itu. Aku punya tiga orang anak gadis. Kalau kau melepaskan katak itu aku akan memberikan seorang dari mereka untuk jadi istrimu” kata sang saudagar. Mendengar perkataan tersebut, ular pun melepaskan mangsanya dan pergi ke semak-semak. Lama setelah kejadian itu, sang saudagar pun lupa terhadap janjinya.

Sampai pada suatu hari, datanglah seorang samurai muda yang gagah dan tampan menemui sang saudagar di rumahnya. Samurai tersebut lalu memperkenalkan diri.

Jepang: Tudung Kepala Ajaib

Pada zaman dahulu terdapatlah seorang pemuda pencari kayu bakar yang baik hati. Pada suatu hari ketika ia sedang dalam perjalanan pulang dari mencari kayu bakar, ia mendengar suara rintihan binatang dari balik semak-semak. Setelah diperiksanya ternyata seekor anak rubah sedang terperangkap kakinya dalam perangkap pemburu. Karena merasa kasihan, maka dilepaskannyalah kaki sang anak rubah itu dari perangkap. Dan anak rubah itupun segera lari menjauh.

Beberapa hari kemudian, ketika ia sedang dalam perjalanan pulang dari mencari kayu bakar, tiba-tiba dari arah depan datanglah seekor anak rubah mendekatinya. Setelah diamati benar-benar, ternyata ia adalah rubah yang ditolongnya beberapa hari yang lalu.

Jepang: Jejak Kaki yang Tertutup Salju

Kisah ini terjadi pada saat musim dingin telah tiba. Saat itu salju tipis turun di sore hari. Seorang pendeta Budha yang sedang dalam perjalanan hendak singgah ke sebuah desa yang sangat miskin. Setiap rumah telah diketuknya untuk meminta kesediaan mereka mengijinkan dirinya tinggal barang semalam saja di rumah mereka. Namun tak satu pun rumah mau membuka pintu untuk sang pendeta. Akhirnya sampailah sang pendeta di sebuah rumah yang kelihatannya paling miskin di dekat jembatan. Ternyata penghuninya adalah seorang nenek.

Cina: Dongeng Zodiak Cina


Pada Jaman dahulu kala, Sang kaisar merayakan hari ulang tahunnya. Sayangnya saat itu tidak ada cara untuk menghitung tahun sehingga dia tidak dapat menentukan berapa tahun umur dia. Kemudian dia menentukan suatu metoda untuk menghitung tahun.

Dia mengirim pembantunya ke hutan untuk mengumumkan bahwa ada perlombaan untuk para binatang dengan hadiah spesial untuk 12 pemenang. Ketika para binatang mendengar perlombaan ini mereka sangat penasaran apa gerangan hadiahnya.

Cina: Dongeng tentang Lima Gunung Ajaib Tiongkok

Setelah nenek moyang manusia Dewi Nvwa berhasil menciptakan manusia, di dunia ini selalu tenteram. Suatu peristiwa, langit dan bumi bertabrakan sehingga langit berlubang besar menganga dan bumi tenggelam. Sebagai akibatnya api meletus dari pusat bumi dan hutan terbakar; air bah membanjir dari bawah tanah dan menggenangi pegunungan. Siluman dan setan iblis serta binatang ganas merajalela di mana-mana. Dan sebagai akibatnya, rakyat hidup dalam kesengsaraan.

Setelah mendengarkan suara manusia yang minta pertolongan, Dewi Nvwa pertama-tama membunuh siluman dan setan iblis, kemudian mengatasi bencana banjir. Selanjutnya Dewi Nvwa melakukan proyek besar penampalan langit.

Jepang: Istri Salju

Dahulu kala terdapatlah seorang pemuda yang hidup seorang diri. Pemuda itu tinggal di suatu daerah yang terkenal banyak sekali turun saljunya. Suatu hari, ia sedang bekerja membuat sandal jerami di dalam rumahnya. Saat itu salju sedang turun dengan lebatnya. Melihat hal tersebut, tiba-tiba sang pemuda berkata, “Ah, alangkah bahagianya bila aku bisa mendapatkan seorang istri yang cantik jelita dan berkulit putih seperti salju itu!” Setelah itu ia pun kembali bekerja di dalam rumahnya.

Malam harinya, ketika ia sedang tertidur, tiba-tiba dari arah pintu depan terdengar suara ketukan. “Siapa gerangan yang datang pada malam-malam begini?” kata sang pemuda dalam hati.

Jepang: Pohon Tsubaki Berusia 88000 Tahun

Pada zaman dahulu kala, seorang dewa yang menguasai wilayah Kazusa, Shimousa dan wilayah sekitarnya (sekarang Prefektur Chiba), menanam sebutir benih pohon tsubaki. Benih itu kecil sekali, hingga kalau saja ada angin berhembus, meski tak kencang, pasti akan terbawa terbang. Karena tumbuh di daerah yang subur, maka benih tersebut tumbuh menjadi tunas dan lambat laun menjadi sebuah pohon yang besar.

Singkat cerita, selama 88000 tahun pohon tsubaki tersebut tumbuh menjadi pohon yang tinggi dan besar. Karena begitu tingginya, ujung pohon tersebut sampai menembus awan dan hampir-hampir mencapai langit. Cabang dan daun-daun pohon yang lebat tersebut memanjang hingga mencapai kira-kira tiga buah desa. Ketika bunga-bunga tsubaki yang berwarna merah itu bermekaran, langit di atasnya pun berubah menjadi merah. Sebaliknya, saat bunga-bunga tersebut berguguran ke bumi, warna bumi pun menjadi merah. Namun demikian, penduduk yang tinggal di sekitar pohon tsubaki tersebut bersyukur karena tanah pertaniannya selalu subur. Mereka hidup dengan tentram dan sentosa.

Beragam Manfaat Positif Mendongeng Bagi Kecerdasan Anak

INGGRIS - Dua dari tiga anak berusia dini menginginkan lebih banyak waktu mendengar dongeng sebelum tidur. Hal ini dikatakan sejumlah peneliti di London, Inggris. Para peneliti di sana mengadakan studi yang menunjukkan anak kecil berusia tiga hingga empat tahun haus akan cerita sebelum tidur. Studi itu juga memperlihatkan lebih dari 75 persen anak ingin orangtua mereka yang membacakannya. 

Psikolog anak, Richard Woolfson mengatakan tradisi membacakan dongeng sebelum tidur dinilai mempunyai efek kuat dalam perkembangan emosional anak. Berdasarkan hasil survei dari 500 anak berumur tiga sampai delapan tahun, ternyata mendengar dongeng sebelum tidur membantu mereka tidur lebih baik. Sampai saat ini kebiasaan ini menduduki peringkat yang lebih tinggi ketimbang kebiasaan menonton televisi dan bermain video games.

Jepang: Issunboushi

Konon, pada zaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang sudah lama sekali tidak dikaruniai anak. Meskipun sudah berkali-kali berdoa di kuil untuk memohon tetapi masih juga belum dikaruniai anak. Akhirnya suatu ketika mereka kembali lagi ke kuil untuk berdoa.

“Ya Tuhan, biar sekecil jari telunjuk pun tolong berilah kamu anak!” pinta sang istri dalam doanya. Akhirnya sang istri pun benar-benar melahirkan seorang anak sebesar jari jempol. Mereka memberi nama anak itu Issunboushi. Meskipun anak mereka sangat kecil, tetapi karena itu adalah pemberian dari Tuhan, mereka merawatnya dengan penuh kasih sayang.

Jepang: Api Tahun Baru

Pada zaman dahulu kala di sebuah rumah kecil di sebuah desa hiduplah seorang ibu mertua dan menantu perempuannya. Menantunya tersebut adalah seorang perempuan yang rajin bekerja dan selalu mematuhi perkataan sang ibu mertua.

Suatu malam menjelang tahun baru, ibu mertua berpesan kepada menantunya agar menjaga api di tungku agar tetap menyala sepanjang tahun baru. Setelah itu, ibu mertua pergi tidur lebih dulu. Menjelang tengah malam, menantunya yang berbaring di dekat tungku perapian terbangun. Ia mendapati api di tungku telah padam. Ia menjadi gugup, lalu segera pergi ke gudang untuk mengambil kayu bakar. Namun, ternyata di gudang juga tidak terdapat kayu bakar lagi. Saat itu adalah musim dingin. Suhu udara di luar rumah sangat dingin. Namun karena ia harus segera mendapatkan kayu bakar dan api, maka ia pun segera pergi ke luar rumah untuk mencari ranting dan dahan kayu kering.

Jepang: Anak Gadis yang Jatuh Cinta pada Pohon Oak

Konon, di sebuah desa di perbukitan ada seorang anak gadis yang sangat cantik dan mempesona. Anak gadis tersebut bernama Oryu. Dia mempunyai kebiasaan untuk mengunjungi sebuah pohon oak besar yang tumbuh di atas bukit dekat desanya. Dia percaya bahwa pohon oak besar tersebut mempunyai roh penghuni. Ia sering datang ke tempat itu untuk memberikan persembahan.

Sumatera Barat: Cindua Mato

Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang ratu bernama Bundo Kanduang, yang konon diciptakan bersamaan dengan alam semesta ini (samo tajadi jo alamko). Dia adalah timpalan Raja Rum, Raja Tiongkok dan Raja dari Laut. Suatu hari Bundo Kanduang menyuruh Kembang Bendahari, seorang dayangnya yang setia, untuk membangunkan putranya Dang Tuanku, yang sedang tidur di anjungan istana. Kembang Bendahari menolak, karena Dang Tuanku adalah Raja Alam, orang yang sakti. Bundo Kanduang lalu membangunkan sendiri Dang Tuanku, dan berkata bahwa Bendahara sedang mengadakan gelanggang di nagarinya Sungai Tarab, untuk memilih suami buat putrinya. Karena gelanggang tersebut akan dikunjungi banyak pangeran, marah dan sutan, dan putra-putra orang-orang terpandang, Dang Tuanku dan Cindua Mato seharusnya ikut serta di dalamnya. Bundo Kanduang memerintahkan Dang Tuanku untuk menanyakan apakah Bendahara akan menerima Cindua Mato sebagai suami dari putrinya, Puti Lenggo Geni. Setelah menerima pengajaran tentang adat Minangkabau dari Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Cindua Mato dan para pengiringnya berangkat ke Sungai Tarab.

Manfaat Dongeng Terhadap Psikologi Anak

Pada zaman serba canggih seperti sekarang, kegiatan mendongeng di mata anak-anak tidak populer lagi. Sejak bangun hingga menjelang tidur, mereka dihadapkan pada televisi yang menyajikan beragam acara, mulai dari film kartun, kuis, hingga sinetron yang acapkali bukan tontonan yang pas untuk anak.

Kalaupun mereka bosan dengan acara yang disajikan, mereka dapat pindah pada permainan lain seperti video game. Kendati demikian, kegiatan mendongeng sebetulnya bisa memikat dan mendatangkan banyak manfaat, bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga orangtua yang mendongeng untuk anaknya. Kegiatan ini dapat mempererat ikatan dan komunikasi yang terjalin antara orangtua dan anak. Para pakar menyatakan ada beberapa manfaat lain yang dapat digali dari kegiatan mendongeng ini.

Jepang: Kucing Pengundang Kebahagiaan

Pada suatu ketika terdapat beberapa orang samurai yang sedang berkuda di kawasan Musashino, wilayah Edo. Serombongan samurai tersebut dipimpin oleh seorang tuan yang bernama Ii Naotaka, penguasa wilayah Hokane. Mereka sedang menikmati pemandangan di sekitar daerah tersebut.